0 Suara
oleh (26.3rb Poin)
Penjabat Gubernur Aceh, menekankan bahwa penanganan pengungsi luar negeri merupakan kewenangan mutlak Pemerintah Pusat, dengan Pemerintah Daerah hanya berperan dalam memberikan dukungan.

Pernyataan ini disampaikan dalam sambutan tertulis pada pembukaan Penanganan dan Kebijakan Pengungsi Rohingya di Aceh, yang digelar pada Senin di Banda Aceh.

Menurut Safrizal, kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh dimulai sejak Januari 2009, ketika kelompok pertama mendarat di Sabang dan dikenal dengan sebutan 'Manusia Parahu'.

Sejak saat itu, Aceh telah menjadi tempat pendaratan bagi 41 gelombang kapal pengangkut pengungsi Rohingya, dengan total 6.150 orang hingga 2024.

“Kami berharap pengalaman Aceh dalam menangani pengungsi ini dapat memberikan pelajaran berharga bagi semua pihak, sehingga dapat menghasilkan kebijakan ideal dalam menangani pengungsi luar negeri di Indonesia,” ujar Safrizal.

Safrizal menjelaskan bahwa sebagian besar pengungsi telah pindah ke negara ketiga atau melarikan diri dari kamp penampungan.

Saat ini, tersisa 869 pengungsi yang masih bertahan. Kehadiran pengungsi Rohingya sering kali mendadak, memaksa pemerintah daerah untuk bertindak cepat dalam penanganannya. Dari artikel berita di atas, analisislah bagaimana perbedaan bahan kajian Sosiologi tingkah laku dan Antropologi dalam memandang fenomena pengungsi tersebut.

1 jawaban

0 Suara
oleh (26.3rb Poin)

Analisis Perbedaan Bahan Kajian Sosiologi Tingkah Laku dan Antropologi dalam Memahami Fenomena Pengungsi Rohingya

Jawabannya adalah: Fenomena pengungsi Rohingya yang datang ke Aceh pada tahun 2009 dan terus berlanjut hingga 2024 memiliki dimensi sosial dan budaya yang kaya untuk dianalisis. Dalam hal ini, Sosiologi tingkah laku dan Antropologi memberikan perspektif yang berbeda dalam memandang masalah pengungsi tersebut.

Sosiologi Tingkah Laku

Sosiologi tingkah laku mempelajari bagaimana individu dan kelompok berperilaku dalam konteks sosial yang lebih besar, dan bagaimana interaksi sosial memengaruhi tindakan serta dinamika kelompok dalam masyarakat. Dalam konteks pengungsi Rohingya, sosiologi tingkah laku akan berfokus pada interaksi sosial yang terjadi antara pengungsi dan masyarakat lokal, serta dampak sosial yang ditimbulkan oleh kehadiran mereka. Beberapa hal yang bisa dianalisis dari perspektif ini antara lain:

  1. Penerimaan atau Penolakan Sosial: Bagaimana masyarakat Aceh, sebagai tempat pendaratan pengungsi, merespons kedatangan pengungsi Rohingya. Apakah ada pola penerimaan atau penolakan, dan apa faktor sosial yang mendasarinya, seperti pengaruh agama, identitas etnis, atau solidaritas kemanusiaan.

  2. Perubahan Dinamika Sosial: Kehadiran pengungsi Rohingya bisa memengaruhi dinamika sosial di Aceh, baik dalam hal ekonomi (lapangan pekerjaan, bantuan sosial) maupun budaya (interaksi antara pengungsi dan masyarakat setempat).

  3. Perilaku Pengungsi dalam Masyarakat Baru: Bagaimana pengungsi Rohingya beradaptasi dengan lingkungan sosial baru di Aceh, baik dalam hal budaya, norma, atau perilaku sehari-hari. Perubahan-perubahan ini dapat dianalisis dari perspektif sosiologi tingkah laku sebagai respons terhadap tekanan sosial dan budaya.

  4. Kebijakan Pemerintah Daerah: Penanganan pemerintah daerah dalam menangani pengungsi, seperti menyediakan fasilitas penampungan, layanan kesehatan, dan pendidikan. Hal ini terkait dengan kebijakan sosial dan ekonomi yang diterapkan untuk mengelola pengungsi dalam masyarakat.

Antropologi

Antropologi, di sisi lain, lebih berfokus pada aspek budaya dan identitas dari pengungsi dan masyarakat yang terlibat. Dalam konteks pengungsi Rohingya, pendekatan antropologi akan melihat bagaimana identitas budaya, tradisi, dan nilai-nilai masyarakat Aceh dan Rohingya saling berinteraksi. Beberapa analisis yang dapat dilakukan dari perspektif antropologi antara lain:

  1. Identitas Budaya Pengungsi: Pengungsi Rohingya berasal dari latar belakang etnis dan budaya yang berbeda dengan masyarakat Aceh. Antropologi akan mempelajari bagaimana budaya Rohingya dipertahankan atau berubah ketika mereka beradaptasi di Aceh. Ini mencakup bahasa, agama, adat istiadat, dan norma-norma sosial yang mereka bawa.

  2. Perbedaan Budaya dan Adaptasi: Bagaimana pengungsi Rohingya menyesuaikan diri dengan norma-norma dan kebiasaan masyarakat Aceh yang beragama Islam, meskipun mungkin ada perbedaan dalam praktik budaya dan agama antara kedua kelompok tersebut. Proses ini melibatkan akulturasi atau penyesuaian budaya yang bisa mempengaruhi hubungan antara kedua kelompok.

  3. Stigma dan Persepsi Sosial: Antropologi juga akan menganalisis bagaimana masyarakat melihat pengungsi Rohingya, apakah mereka dipandang sebagai kelompok terpinggirkan atau sebagai bagian dari masyarakat yang membutuhkan bantuan. Persepsi ini bisa dipengaruhi oleh faktor budaya, agama, dan sejarah politik pengungsi.

  4. Struktur Sosial Pengungsi: Dalam masyarakat pengungsi, antropologi akan mempelajari bagaimana struktur sosial mereka terbentuk di dalam kamp atau tempat penampungan. Misalnya, siapa yang memegang peran kepemimpinan dalam komunitas pengungsi dan bagaimana pengungsi membentuk kelompok atau komunitas untuk saling mendukung.


Kesimpulan

Perbedaan antara sosiologi tingkah laku dan antropologi dalam memandang fenomena pengungsi Rohingya dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Sosiologi tingkah laku lebih menekankan pada interaksi sosial, hubungan antarindividu dan kelompok dalam masyarakat Aceh, serta dampak kebijakan sosial yang diterapkan untuk pengungsi.

  • Antropologi lebih fokus pada aspek budaya, identitas etnis, serta cara hidup pengungsi Rohingya dan bagaimana mereka beradaptasi dalam lingkungan baru, termasuk perubahan sosial dan akulturasi yang terjadi.

Keduanya memberikan pandangan yang saling melengkapi dalam memahami fenomena pengungsi Rohingya di Aceh, baik dari segi dinamika sosial maupun proses budaya yang terlibat.

...