Anne Konu: Tokoh Kiwari yang Mengabdikan Diri untuk School Well-Being
Anne Konu dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam dunia pendidikan modern. Bersama rekannya, Matti Rimpelä, ia mengembangkan konsep school well-being yang hingga kini banyak digunakan dalam penelitian dan praktik pendidikan di berbagai negara. Konu menempatkan kesejahteraan siswa sebagai inti dari proses belajar, karena hanya dengan kondisi psikologis dan fisik yang baik, siswa dapat mencapai potensi akademiknya secara optimal.
Faktor Paling Mempengaruhi School Well-Being Menurut Konu
Menurut Konu dan Rimpelä (2002), pengelolaan stres di sekolah merupakan salah satu faktor paling penting yang memengaruhi school well-being. Stres belajar, tekanan akademik, maupun hubungan sosial yang tidak sehat terbukti dapat menghambat kenyamanan dan keberhasilan siswa di sekolah. Karena itu, Konu menekankan perlunya sekolah menyediakan ruang aman yang membantu siswa mengelola tekanan tersebut.
Selain itu, Konu menegaskan bahwa school well-being adalah sebuah entitas dalam lingkungan sekolah yang terhubung erat dengan proses pengajaran, pembelajaran, serta pencapaian prestasi. Kesejahteraan tidak dapat dipisahkan dari aktivitas pendidikan itu sendiri.
Model School Well-Being Konu: Empat Dimensi Utama
Konu mengembangkan sebuah kerangka yang kemudian dikenal sebagai School Well-Being Model, yang terdiri dari empat dimensi yang saling melengkapi:
1. Having – Kebutuhan Dasar yang Memadai
Dimensi ini mencakup:
Having memastikan bahwa siswa memiliki kondisi fisik dan material yang menunjang proses belajar.
2. Loving – Hubungan Sosial yang Positif
Pada dimensi ini, Konu menekankan pentingnya:
-
Dukungan emosional dari guru
-
Rasa diterima oleh teman sebaya
-
Lingkungan sosial yang hangat dan bebas perundungan
Loving membantu siswa merasa dihargai dan memiliki tempat dalam komunitas sekolah.
3. Being – Kesempatan Menjadi Diri Sendiri
Dimensi being mencakup:
-
Kesempatan berpartisipasi dalam kegiatan sekolah
-
Mendapatkan penghargaan atas pendapat pribadi
-
Merasakan otonomi dalam belajar
Being memungkinkan siswa membangun kepercayaan diri dan identitas diri yang sehat.
4. Health – Kesehatan Fisik dan Psikologis
Dimensi kesehatan meliputi:
Inilah dimensi yang menurut Konu paling krusial dalam memengaruhi school well-being secara keseluruhan.
School Well-Being dalam Perspektif Konseptual Anne Konu
Dalam abstraknya untuk artikel “Well-being in schools: a conceptual model”, Konu menyoroti bahwa kesehatan sering dipisahkan dari aspek sekolah, padahal keduanya memiliki hubungan yang saling menunjang. Model school well-being yang ia kembangkan didasarkan pada teori sosiologi kesejahteraan Allardt, yang melihat kesejahteraan manusia dari dimensi having, loving, dan being—kemudian Konu menambahkan dimensi health untuk konteks sekolah.
Ia memandang school well-being sebagai komponen integral dari pendidikan. Kesejahteraan siswa sangat memengaruhi proses pembelajaran, kualitas hubungan sosial, dan pencapaian akademik.
School Well-Being dalam Penelitian Mega Aprilia Zulfa
Dalam skripsinya di SMA Negeri 6 Banda Aceh, Mega Aprilia Zulfa mendefinisikan school well-being sebagai penilaian subjektif siswa terhadap keadaan sekolahnya, terutama bagaimana sekolah mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka melalui aspek having, loving, being, dan health. Ia menekankan bahwa school well-being membantu menciptakan:
-
Lingkungan belajar yang kondusif
-
Motivasi belajar yang lebih kuat
-
Hubungan yang harmonis antara guru dan siswa
Selain itu, Mega menyinggung bahwa menurut Konu dan Rimpelä, school well-being dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, keluarga, dan komunitas tempat siswa berada. Pergaulan teman sebaya, iklim sekolah, serta dukungan sosial sangat menentukan perilaku dan motivasi siswa.
Lingkungan sebagai Faktor Penentu School Well-Being
Lingkungan sekolah yang baik tidak hanya menjadi tempat untuk menuntut ilmu, tetapi juga tempat untuk membentuk karakter. Sekolah ideal mampu:
-
Meminimalkan rendahnya motivasi belajar
-
Mengurangi stres akademik
-
Menjadi ruang tumbuh yang aman dan nyaman
Dengan pemahaman ini, konsep school well-being dapat menjadi landasan bagi sekolah dalam mengembangkan kebijakan yang benar-benar mendukung perkembangan siswa secara holistik.