Penerapan Kurikulum Merdeka menekankan pada upaya menciptakan praktik pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, yang artinya proses pembelajaran difokuskan pada kebutuhan, minat, dan gaya belajar siswa. Dalam paradigma baru ini, guru tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai fasilitator yang mendukung siswa untuk menjadi pembelajar yang mandiri dan bertanggung jawab atas proses belajar mereka sendiri. Oleh karena itu, pendekatan dalam Kurikulum Merdeka berupaya menghilangkan pembelajaran yang terpusat pada guru dan mendorong keterlibatan aktif siswa dalam berbagai aspek pembelajaran.
Salah satu prinsip utama dalam Kurikulum Merdeka adalah kolaborasi. Artinya, pembelajaran tidak hanya dilakukan oleh guru sendiri, tetapi melibatkan berbagai pihak, termasuk orang tua dan sesama guru, dalam mendukung perkembangan peserta didik. Hal ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem pembelajaran yang mendukung tumbuh kembang siswa secara holistik.
Penerapan paradigma baru ini, dalam prakteknya, tercermin dalam berbagai kegiatan yang mengarah pada peningkatan partisipasi siswa dan kolaborasi antara berbagai pihak. Namun, ada satu kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip ini, yaitu:
"Guru menggunakan otoritas sebagai pembimbing utama pembelajaran dalam mengatasi permasalahan yang timbul tanpa melibatkan orang tua atau guru lain."
Pernyataan ini bertentangan dengan prinsip kolaboratif dalam Kurikulum Merdeka. Dalam kurikulum ini, guru seharusnya tidak hanya berperan sebagai otoritas utama yang mengatasi masalah dalam pembelajaran, melainkan harus melibatkan berbagai pihak yang relevan, termasuk orang tua dan guru lain. Dengan melibatkan orang tua, guru lain, serta pihak terkait lainnya, permasalahan yang dihadapi siswa dapat diselesaikan secara lebih komprehensif dan sesuai dengan konteks yang lebih luas. Kolaborasi ini memungkinkan siswa mendapatkan berbagai perspektif yang lebih kaya dalam proses penyelesaian masalah dan membantu mereka merasa didukung dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Selain itu, pendekatan yang lebih kolaboratif ini juga mendukung prinsip pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran berbasis masalah (PBL) yang sering diterapkan dalam Kurikulum Merdeka, di mana siswa bekerja bersama-sama dengan guru dan teman-teman mereka untuk memecahkan masalah nyata. Pembelajaran yang demikian juga memberikan kesempatan bagi orang tua untuk lebih terlibat dalam perkembangan belajar anak mereka.
Kesimpulan
Dengan demikian, penerapan Kurikulum Merdeka harus mengedepankan kolaborasi antara guru, siswa, orang tua, dan pihak lainnya. Menggunakan otoritas sepihak tanpa melibatkan orang tua atau guru lain dalam mengatasi permasalahan yang muncul tidak sesuai dengan paradigma baru dalam pembelajaran yang berbasis pada partisipasi aktif dan kolaborasi. Oleh karena itu, kegiatan yang disebutkan dalam pernyataan tersebut bertentangan dengan prinsip dasar Kurikulum Merdeka yang mengedepankan kolaborasi dalam menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih inklusif dan mendukung perkembangan siswa secara menyeluruh.