Setelah sampah disetor oleh siswa ke bank sampah sekolah, sampah akan melalui serangkaian proses pengelolaan yang terorganisir. Pertama, petugas bank sampah—baik itu guru atau siswa yang bertugas—akan menimbang dan mencatat berat sampah tersebut sesuai jenisnya ke dalam buku tabungan atau sistem pencatatan digital yang digunakan. Data tersebut digunakan untuk menentukan jumlah poin atau nilai rupiah yang akan menjadi “tabungan” siswa.
Sampah yang sudah ditimbang kemudian dipilah kembali jika diperlukan, lalu dikemas berdasarkan kategori, seperti plastik bening, plastik berwarna, kertas, kardus, kaleng, atau botol kaca. Pengemasan ini bertujuan agar sampah mudah dijual dan tidak menimbulkan bau atau kotoran yang mengganggu lingkungan sekolah.
Setelah sampah terkumpul dalam jumlah tertentu, pihak sekolah biasanya akan bekerja sama dengan pengepul atau bank sampah induk untuk menjual sampah tersebut. Uang hasil penjualan dapat dimasukkan ke kas sekolah atau dibagikan kembali kepada siswa berdasarkan catatan tabungan masing-masing. Dalam beberapa kasus, siswa dapat menukarkan poin mereka dengan hadiah atau perlengkapan sekolah seperti alat tulis.
Selain dijual, beberapa jenis sampah bisa digunakan untuk proyek daur ulang internal seperti membuat kerajinan tangan, *** tanaman, atau alat peraga pembelajaran. Hal ini menambah nilai edukatif dari bank sampah dan mengembangkan kreativitas siswa.
Dengan proses ini, bank sampah tidak hanya menjadi tempat penyimpanan, tetapi juga wadah pembelajaran tentang sistem ekonomi sirkular dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan.