Bank sampah di sekolah umumnya menerima sampah non-organik atau anorganik yang memiliki nilai ekonomis. Jenis-jenis sampah yang bisa diterima meliputi plastik bekas seperti botol air mineral, kemasan makanan ringan, dan kantong kresek; kertas seperti koran bekas, buku catatan yang tidak terpakai, kardus, serta bungkus makanan berbahan dasar aluminium foil. Selain itu, kaleng minuman, logam bekas, dan botol kaca juga sering menjadi bagian dari jenis sampah yang dapat disetor.
Namun, tidak semua sampah dapat diterima. Sampah basah atau organik seperti sisa makanan, daun, atau kulit buah biasanya tidak diterima di bank sampah karena mudah busuk dan tidak memiliki nilai jual di pasar daur ulang. Sampah berbahaya seperti baterai bekas, bohlam, atau elektronik rusak juga umumnya tidak diterima karena memerlukan penanganan khusus.
Sekolah biasanya memberikan panduan kepada siswa tentang klasifikasi sampah yang diterima dan yang tidak. Ini dilakukan melalui sosialisasi, poster edukatif, atau pelajaran khusus di kelas. Hal ini bertujuan untuk melatih siswa memilah sampah dengan benar sebelum menyetor.
Dengan fokus pada sampah anorganik yang bernilai jual, bank sampah sekolah tidak hanya membantu mengurangi volume sampah, tetapi juga memberikan pemahaman pada siswa bahwa sampah bisa menjadi sumber daya jika dikelola secara benar. Di sisi lain, dengan tidak menerima sampah berbahaya atau organik, bank sampah mengurangi risiko pencemaran dan menjaga lingkungan sekolah tetap sehat dan aman.