Pengelolaan bank sampah di sekolah biasanya dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari guru, siswa, dan kadang juga melibatkan petugas kebersihan serta pihak eksternal seperti komunitas lingkungan atau LSM. Guru-guru yang ditunjuk biasanya berasal dari mata pelajaran yang berkaitan dengan lingkungan, seperti IPA atau Prakarya. Mereka berperan sebagai koordinator dan pembina utama kegiatan bank sampah.
Siswa juga dilibatkan secara aktif, baik sebagai peserta maupun pengurus. Pengurus bank sampah dari kalangan siswa umumnya dipilih dari OSIS atau kelompok ekstrakurikuler lingkungan hidup. Mereka bertugas menerima setoran sampah, menimbang, mencatat di buku tabungan, dan membantu mengelola gudang penyimpanan. Selain itu, mereka juga berperan dalam melakukan kampanye internal untuk mendorong partisipasi seluruh siswa.
Petugas kebersihan biasanya membantu dalam urusan teknis seperti pengangkutan, pengepakan sampah yang sudah terkumpul, atau memastikan area penyimpanan tetap bersih. Beberapa sekolah bahkan menjalin kerja sama dengan mitra pengepul atau bank sampah induk untuk mengelola hasil penjualan sampah secara profesional.
Kerja sama antara semua pihak ini membuat bank sampah menjadi sistem yang terstruktur dan berkelanjutan. Kegiatan ini bukan hanya sekadar proyek lingkungan, tetapi juga sarana pembelajaran manajemen, kerja sama tim, dan tanggung jawab sosial bagi para siswa. Dengan pengelolaan yang baik, bank sampah sekolah bisa menjadi contoh sukses pengelolaan lingkungan berbasis pendidikan yang mampu memberi dampak nyata dalam mengurangi sampah.