Salah satu contoh konsep bank sampah yang diterapkan di sekolah adalah “Bank Sampah Berbasis Tabungan dan Poin Hadiah”. Dalam konsep ini, setiap siswa memiliki buku tabungan yang mencatat jenis, berat, dan nilai dari sampah yang mereka setorkan secara berkala. Sampah yang biasa diterima antara lain plastik, botol bekas, kertas, dan kardus. Setoran dilakukan setiap minggu sesuai jadwal yang ditentukan.
Sampah kemudian ditimbang oleh petugas—biasanya siswa yang tergabung dalam tim pengelola. Nilai ekonomis dari sampah yang dikumpulkan diubah menjadi poin atau rupiah, lalu dicatat dalam tabungan siswa. Setiap semester, siswa dapat menarik hasil tabungan mereka dalam bentuk uang atau menukarnya dengan hadiah menarik seperti alat tulis, makanan sehat, atau merchandise sekolah.
Konsep ini juga bisa disertai dengan lomba antar kelas, seperti “Kelas Terajin Menabung Sampah” atau “Kelas Terbersih”. Ini mendorong siswa untuk aktif, saling mengingatkan, dan bersaing secara positif dalam menjaga kebersihan dan peduli lingkungan.
Sebagai bagian dari pembelajaran, sekolah dapat mengintegrasikan kegiatan bank sampah dengan mata pelajaran seperti Prakarya (membuat kerajinan dari limbah), Matematika (menghitung berat dan nilai sampah), serta IPA (memahami proses daur ulang dan dampak sampah bagi lingkungan).
Konsep ini terbukti efektif dalam membentuk karakter siswa dan memperbaiki budaya kebersihan di sekolah. Dengan cara ini, bank sampah menjadi bukan hanya kegiatan tambahan, tetapi bagian dari ekosistem pendidikan sekolah yang berkelanjutan.