Dalam konteks Kurikulum Merdeka, pembelajaran berdiferensiasi adalah strategi pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan, minat, dan gaya belajar mereka. Berdasarkan profil belajar peserta didik yang diperoleh Pak Hafiz melalui asesmen awal, diketahui bahwa mayoritas siswa memiliki kecenderungan gaya belajar visual (45%), auditori (40%), dan kinestetik (15%). Dengan informasi ini, Pak Hafiz dapat merancang pembelajaran yang mempertimbangkan keberagaman gaya belajar tersebut, sehingga siswa dapat belajar dengan cara yang lebih sesuai dengan cara mereka memahami informasi.
Namun, dalam merencanakan pembelajaran berdiferensiasi, ada beberapa elemen yang perlu diperhatikan dengan seksama. Salah satunya adalah memastikan bahwa metode dan media yang digunakan dalam pembelajaran tidak hanya memenuhi kebutuhan gaya belajar siswa, tetapi juga tetap sesuai dengan tujuan pembelajaran dan mampu mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan siswa.
Berdasarkan data yang diperoleh Pak Hafiz, beliau merencanakan untuk memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengkreasikan pembuatan laporan hasil observasi, seperti dalam bentuk laporan tertulis, PowerPoint, video, poster, atau bentuk lain sesuai dengan bakat dan minat siswa. Pembelajaran yang memberi kebebasan kepada siswa untuk memilih cara menyampaikan hasil belajar sesuai dengan gaya dan minat mereka adalah bagian dari pembelajaran berdiferensiasi yang sangat baik. Namun, dalam hal ini, ada kemungkinan bahwa tidak semua bentuk laporan tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai atau dapat menilai kemampuan siswa secara menyeluruh.
Salah satu potensi masalah yang muncul adalah bahwa beberapa bentuk kreasi, seperti video atau poster, mungkin lebih mendekati gaya belajar visual dan kinestetik, namun dapat kurang mengakomodasi siswa dengan gaya belajar auditori atau yang lebih berfokus pada aspek verbal dan diskursif dalam pembelajaran. Pembelajaran berdiferensiasi bukan hanya tentang memberi kebebasan dalam pemilihan cara menyampaikan hasil belajar, tetapi juga tentang memastikan bahwa setiap siswa dapat menunjukkan pemahaman mereka dengan cara yang mengembangkan berbagai keterampilan, termasuk berpikir kritis, komunikasi, dan analisis.
Selain itu, dengan memberi kebebasan yang terlalu besar pada siswa untuk memilih format laporan tanpa membatasi ruang lingkupnya, ada risiko bahwa siswa dapat mengabaikan aspek penting dari pembelajaran yang harus dicapai melalui tugas tersebut. Dalam beberapa kasus, kebebasan yang diberikan perlu dibatasi agar semua siswa dapat terfokus pada tujuan pembelajaran utama dan tidak teralihkan oleh kreativitas yang tidak relevan.
Kesimpulan
Meskipun memberi kebebasan dalam memilih bentuk laporan sesuai bakat dan minat merupakan salah satu langkah positif dalam pembelajaran berdiferensiasi, perlu dipastikan bahwa kebebasan tersebut tidak mengarah pada kehilangan fokus pada tujuan pembelajaran. Pembelajaran berdiferensiasi seharusnya tetap memfokuskan pada pencapaian kompetensi dan keterampilan yang relevan dengan materi yang diajarkan. Oleh karena itu, menetapkan batasan dalam bentuk laporan dan menyesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah hal yang sangat penting.